PANTAI
SUNDAK
Pantai Sundak tak hanya memiliki pemandangan alam yang
mengasyikkan, tetapi juga menyimpan cerita. Nama Sundak ternyata mengalami
evolusi yang bukti-buktinya bisa dilacak secara geologis.
Agar tahu bagaimana evolusinya, maka pengunjung mesti tahu dulu
kondisi pinggiran Pantai Sundak dulu dan kini. Di bagian pinggir barat pantai
ketika YogYES berkunjung terdapat masjid dan ruang kosong yang sekarang
dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Sementara di sebelah timur terdapat gua
yang terbentuk dari batu karang berketinggian kurang lebih 12 meter. Memasuki
gua, akan dijumpai sumur alami tempat penduduk mendapatkan air tawar.
Wilayah yang diuraikan di atas sebelum tahun 1930 masih terendam
lautan. Konon, air sampai ke wilayah yang kini dibangun masjid, batu karang
yang membentuk gua pun masih terendam air. Seiring proses geologi di pantai
selatan, permukaan laut menyusut dan air lebih menjorok ke laut. Batu karang
dan wilayah di dekat masjid akhirnya menjadi daratan baru yang kemudian
dimanfaatkan penduduk pantai untuk aktivitas ekonominya hingga saat ini.
Ada fenomena alam unik akibat aktivitas tersebut yang akhirnya
menjadi titik tolak penamaan pantai ini. Jika musim hujan tiba, banyak air dari
daratan yang mengalir menuju lautan. Akibatnya, dataran di sebelah timur pantai
membelah sehingga membentuk bentukan seperti sungai. Air yang mengalir
seperti mbedah(membelah) pasir. Bila kemarau datang, belahan itu
menghilang dan seiring dengannya air laut datang membawa pasir. Fenomena alam
inilah yang menyebabkan nama pantai menjadi Wedibedah (pasir
yang terbelah). Saat YogYES datang wedi tengah tidak terbelah.
Perubahan nama berlangsung beberapa puluh tahun kemudian.
Sekitar tahun 1976, ada sebuah kejadian menarik. Suatu siang, seekor anjing
sedang berlarian di daerah pantai dan memasuki gua karang bertemu dengan seekor
landak laut. Karena lapar, si anjing bermaksud memakan landak laut itu tetapi
si landak menghindar. Terjadilah sebuah perkelahian yang akhirnya dimenangkan
si anjing dengan berhasil memakan setengah tubuh landak laut dan keluar gua
dengan rasa bangga. Perbuatan si anjing diketahui pemiliknya, bernama
Arjasangku, yang melihat setengah tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek
ke dalam gua, ternyata pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang
tersisa. Nah, sejak itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan
dari asu (anjing) dan landak.
Tak dinyana, perkelahian itu membawa berkah bagi penduduk
setempat. Setelah selama puluhan tahun kekurangan air, akhirnya penduduk
menemukan mata air. Awalnya, si pemilik anjing heran karena anjingnya keluar
gua dengan basah kuyup. Hipotesanya, di gua tersebut terdapat air dan anjingnya
sempat tercebur ketika mengejar landak. Setelah mencoba menyelidiki dengan
beberapa warga, ternyata perkiraan tersebut benar. Jadilah kini, air dalam gua
dimanfaatkan untuk keperluan hidup penduduk. Dari dalam gua, kini dipasang pipa
untuk menghubungkan dengan penduduk. Temuan mata air ini mengobati kekecewaan
penduduk karena sumur yang dibangun sebelumnya tergenang air laut.
Nah, bila kondisi tahun 1930 saja seperti yang dikatakan di
atas, dapat diperkirakan kondisi ratusan tahun sebelumnya. Tentu sangat banyak
organisme laut yang memanfaatkan bagian bawah karang yang kini menjadi gua dan
wilayah yang kini menjadi daratan. Karenanya, banyak arkeolog percaya bahwa
sebagai konsekuensi dari proses geologis yang ada, banyak organisme laut yang
tertinggal dan kini tertimbun menjadi fosil. Soal fosil apa yang ditemukan,
memang hingga kini belum banyak penelitian yang mengungkapkan.
Selain menawarkan saksi bisu sejarahnya, Sundak juga menawarkan
suasana malam yang menyenangkan. Anda bisa menikmati angin malam dan bulan
sambil memesan ikan mentah untuk dibakar beramai-ramai bersama teman. Dengan
membayar beberapa ribu, Anda dapat membeli kayu untuk bahan bakar. Kalau malas,
pesan saja yang matang sehingga siap santap. Yang jelas, tak perlu bingung
mencari tempat menginap. Pengunjung bisa tidur di mana saja, mendirikan tenda,
atau tidur saja di bangku warung yang kalau malam tak terpakai. Kegelapan tak
perlu diributkan, bukankah membosankan jika hidup terus terang benderang?
Kalau mau, berinteraksi dengan penduduk bisa menjadi suatu
pencerahan. Anda bisa mengetahui bagaimana penduduk hidup, kebudayaan mereka,
dan tentu saja orang baru yang mungkin saja mampu mengubah pandangan hidup
anda. Menemui Mbah Tugiman yang biasa berjaga di tempat parkir
atau Mbah Arjasangku bisa jadi pilihan. Mereka merupakan salah
satu sesepuh di pantai Sundak. Bercakap dengan mereka membuat anda tidak
sekedar menyaksikan bukti sejarah tetapi juga mendapat cerita dari orang yang
menyaksikan bagaimana sejarah terukir.